Guru Penggerak: Kekhawatiran dan Harapan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengumumkan hasil seleksi Calon Peserta Pendidikan Guru Penggerak Angkatan I. Sebanyak 14 orang guru dari jenjang SMA di Kabupaten Wajo dinyatakan lulus seleksi. Saya adalah salah seorang diantaranya sekaligus satu-satunya dari UPT SMA Negeri 4 Wajo.
Lokakarya perdana pun terselenggara meski berada dalam ketidak pastian. Berawal dari informasi yang terdapat di website Guru Penggerak bahwa kegiatan akan dimulai pada tanggal 12 Oktober 2020. Namun, kemudian oleh pendamping Guru Penggerak melalui Grup WA menyampaikan informasi bahwa akan dilaksanakan pada tanggal 13 Oktober 2020 yang kemudian berubah lagi ke tanggal 14 Oktober 2020.
Perubahan jadwal tersebut memaksa saya pada hari dan waktu yang bersamaan berada pada 3 kegiatan sekaligus. Efek 3 agenda bersamaan, saya menggunakan pakaian PGRI memimpin rapat koordinasi di Sekolah dengan laptop tetap berada di depan mengikuti lokakarya program pendidikan guru penggerak.
kembali ke laptop
Si agen teladan dan si obor perubahan, inilah dua sematan yang direkatkan Kemendikbud kepada para tenaga pendidik yang bergabung dalam program kebijakan Merdeka Belajar jilid V "Guru Penggerak" tersebut.
Untuk meraih predikat itu, tentunya Calon Guru Penggerak akan mengikuti program kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Program ini meliputi daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan selama 9 bulan. Selama program guru tetap menjalankan tugas mengajarnya sebagai guru. dengan demikian, Guru penggerak ini adalah agen perubahan dan pendorong transformasi pendidikan.
Namun, dibalik kegiatan tersebut. tentunya, terdapat kekhawatiran dan harapan dari Calon Guru Penggerak. Mewakili kelompok saya, melalui virtual meeting room. Saya memaparkan kekhawatiran dan harapan saya sebagai berikut:
- Sebagai CGP, saya khawatir Tupoksi sebagai seorang Guru terabaikan. kekhawatiran ini muncul dikarenakan hingga pelaksanaan lokakarya perdana, setiap CGP masih berada dalam ketidakpastian. Jadwal yang selalu berubah-ubah, bahkan informasi perubahan baru didapat beberapa jam sebelum kegiatan. itupun pada tengah malam. Ironisnya, pada pelaksanaan lokakarya perdana, daftar nama pembimbing dan fasilitator serta pembagian kelompok beredar 3 versi yang membingungkan CGP dan tidak ada jawaban pasti kecuali "tunggu LMS". Belum lagi, selama pelaksanaan lokakarya perdana, tanpak jelas dan terekam kamera adanya perdebatan beberapa orang pendamping terkait dengan kegiatan. Menyikapi kekhawatiran ini, saya menaruh harapan agar SOP, Juknis/Panduan selama proses pendidikan guru penggerak sudah diterima oleh CGP sebelum kegiatan berlangsung. Jika panduan masih bersifat draf, elok rasanya, andai program ini dipending saja dulu sampai panduan resmi sudah ditangan. Karena tanpa itu, kita merasa mau berjalan kemana?. Saya membayangkan bahwa angkatan 1 ini adalah kelinci percobaan. Jadwal yang lama hingga 11 bulan (selalu disebut 9 bulan, padahal sampai 31 Agustus 2021) tidak jadi masalah andai panduan itu sudah ditangan. Karena belum adanya panduan itu, program ini masih terkesan Tiba masa tiba akal. Terutama jadwal vicon yang selalu disampaikan dadakan.
- Kekhawatiran kedua saya adalah izin kepala Sekolah dicabut karena tidak ada persuratan resmi ke satuan pendidikan. Hal ini, nampak nyata di surat yang disampaikan oleh PPPPTK Penjas dan BK Nomor: 2289/B6.2/GT/2020 tanggal 9 Oktober 2020 bahwa undangan tersebut yang juga bersifat permohonan memberikan izin kepada CGP menghadiri kegiatan tidak ditujukan ke Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan. yang ada hanya ke Dinas Pendidikan Kabupaten, sementara Guru SMA dibawah naungan Pemerintah Provinsi. Dalam hal tersebut, sebuah harapan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengirim surat resmi ke Satuan Pendidikan, bukan hanya terbatas sampai di Dinas Pendidikan Kabupaten. Sebab, Surat penting untuk diarsipkan di sekolah. Apalagi, program ini berjalan lama sehingga memungkinkan terjadinya perubahan kebijakan. Belum lagi jika ada mutasi Kepala Sekolah. Semua harus diantisipasi.
- Program Guru Penggerak bernasib sama dengan Program Guru Pembelajar yang merupakan program unggulan Kemdikbud dimasanya, menjadi kekhawatiran saya yang ketiga. Hal ini terjadi, dikarenakan sebuah perasaan yang terus merasuki jiwa bahwa diri ini terlanjur terjebak dalam ketidakpastian. Bagaimana tidak? Munculnya sebuah fakta integritas yang wajib ditanda tangani oleh CGP di atas kertas bermaterai untuk menyelesaikan program ini adalah beban tersendiri. Sementara, CGP mengikuti program ini berdasar dari izin dari atasan langsung. Sulitnya membagi waktu karena juknis belum fix juga menjadi bumerang tersendiri. Jika demikian, apakah ini benar program unggulan? Olehnya itu, sebuah harapan agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI membuat fakta integritas ditanda tangani dikertas bermaterai sebagai JAMINAN bahwa program guru penggerak akan kontinyu dan berkelanjutan meski ganti Menteri ataupun Presiden.
Jika untaian harapan ini benar-benar bisa terwujud sepenuhnya, maka transformasi pendidikan akan menjadi sebuah keniscayaan. Hanya saja, mungkinkah harapan-harapan indah ini dapat terwujud?
Silakan pembaca menjawab. Saya akan berusaha berproses mengikhlaskan diri untuk menuntaskan program ini demi komitmen saya berjihad mencerdaskan kehidupan bangsa, berjuang menghentikan pemasungan anak negeri.