Usai P5, Datanglah PBP: Perubahan Istilah atau Pergeseran Paradigma?
Beberapa waktu silam, ruang diskursus para pendidik sempat digemparkan oleh desas-desus perubahan nomenklatur dalam kurikulum. Isu-isu liar berhembus tentang P5 yang konon akan diganti menjadi P7, lalu terdengar lagi kabar peralihan ke P8. Media sosial pun menjadi panggung spekulasi, memunculkan tafsir-tafsir yang belum berpijak pada kepastian. Namun, setelah debu spekulasi itu mereda, muncul satu kenyataan baru yang tertuang dalam Permendikdasmen Nomor 11 Tahun 2025. Di dalamnya, tersirat sebuah babak baru, kehadiran Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) menggantikan posisi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang selama ini menjadi ruh kurikulum merdeka.
Isyarat perubahan ini tidak hadir secara gamblang, melainkan terselip halus dalam rincian tugas tambahan guru yang tercantum pada peraturan tersebut. Jika sebelumnya terdapat jabatan Koordinator P5, kini yang tertulis justru Koordinator PBP. Pergantian istilah ini mengundang banyak tanya. Apakah ini sekadar modifikasi nama, ataukah memang menandai pergeseran arah dan pendekatan dalam pembelajaran?
Secara kasatmata, publik pendidikan tentu bertanya-tanya, apakah ini sebuah evolusi yang disengaja, atau sekadar kosmetika nomenklatur belaka? Apakah esensi P5 sebagai ruang untuk menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan, karakter, dan kompetensi abad ke-21, kini akan dimasukkan ke dalam kerangka PBP yang barangkali lebih menekankan pada pendekatan metodologis ketimbang muatan nilai? Tanpa penjelasan resmi yang lebih teknis dan komprehensif, semua tafsir hanya akan jadi teka-teki.
Namun bila kita menilik lebih dalam, perubahan ini (apa pun bentuk finalnya) menyiratkan pesan bahwa dunia pendidikan sedang terus mencari bentuk terbaik untuk menumbuhkan pelajar yang utuh, bukan sekadar cakap kognitif. Bila benar P5 hendak "bertransformasi" menjadi PBP, maka besar kemungkinan orientasinya tetap sama, hanya saja dengan pendekatan yang lebih aplikatif dan terpadu dalam lintas mata pelajaran.
Namun kehati-hatian tetap diperlukan. Jangan sampai, dengan berubahnya istilah, substansi yang dulu diperjuangkan dalam P5 yakni penguatan karakter dan jati diri bangsa melalui Profil Pelajar Pancasila malah terpinggirkan di balik gegap gempita metode projek. PBP, jika hanya menjadi proyek-proyek yang kehilangan ruh, akan menjelma formalitas belaka. Yang semestinya tumbuh adalah keutuhan jiwa pelajar melalui Profil Dimensi Lulusan.
Maka, sambil menanti penjabaran lebih lanjut dalam regulasi turunan, kita sebagai pendidik patut menjaga kewarasan berpikir. Jangan buru-buru bersorak atau mencemooh. Kita harus tetap berpegang pada prinsip bahwa setiap perubahan harus menguatkan pendidikan, bukan sekadar meramaikan ranah administrasi atau gonta-ganti istilah yang membingungkan.
Akhirnya, entah ini metamorfosis P5 menjadi PBP, atau sekadar rotasi istilah, satu hal yang pasti, esensi pendidikan karakter tidak boleh tergantikan. Apa pun namanya kelak, tugas kita tetap sama, membimbing anak-anak negeri agar menjadi manusia merdeka, beradab, dan berjiwa Pancasila. Dan jika nama boleh berubah, semangatnya jangan pernah luntur.
Tidak ada komentar