Header Ads

ad728
  • Sekilas Berita

    Guru Wali dan Jiwa Baru Pendidikan Indonesia

    Terbitnya Permendikdasmen Nomor 11 Tahun 2025 menandai satu babak baru dalam penataan beban kerja dan peran guru di Indonesia. Meski sempat muncul harapan besar dari kalangan pendidik, berdasarkan pernyataan halus dari Mendikdasmen yang menyebut angka 16 jam per minggu sebagai arah kebijakan baru, kenyataan yang hadir melalui regulasi ini tidak mengakomodasi ekspektasi tersebut secara eksplisit. Tidak ada penurunan jumlah jam kerja tatap muka. Yang justru muncul dan menjadi sorotan utama adalah konsep baru yang kuat dan revolusioner, yaitu guru wali. Konsep ini bukan sekadar perubahan nomenklatur, tetapi redefinisi fundamental tentang siapa itu guru dan bagaimana guru hadir dalam kehidupan peserta didiknya.

    Pasal 9 Permendikdasmen 11/2025 menyatakan dengan tegas bahwa pelaksanaan pembimbingan dan pelatihan kepada murid mencakup pelaksanaan tugas sebagai guru wali. Tugas ini tidak ringan. Guru wali mendampingi murid secara akademik, membina kompetensi, menumbuhkan keterampilan, hingga membentuk karakter. Yang membedakannya dari model lama, pendampingan ini dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan sejak murid pertama kali mendaftar hingga tamat belajar di satuan pendidikan tersebut. Artinya, hubungan guru-murid tidak lagi temporer dan fungsional, tetapi menjadi relasional, holistik, dan jangka panjang. Guru wali bukan hanya fasilitator belajar, melainkan mitra tumbuh.

    Kebijakan ini berlaku menyeluruh kepada semua guru mata pelajaran di jenjang SMP, SMA, dan SMK, kecuali kepala satuan pendidikan. Dengan kata lain, tugas menjadi guru wali bukanlah pilihan atau beban tambahan, melainkan mandat kolektif yang melekat pada peran profesional guru. Setiap guru kini diharapkan menjadi pembimbing personal bagi sekelompok murid, berperan sebagai pengarah akademik, pelatih keterampilan hidup, dan pembentuk nilai-nilai luhur. Bahkan, tugas ini dihitung sebagai bagian dari pemenuhan beban kerja formal guru, dengan ekuivalensi dua jam tatap muka per minggu sebagaimana tertuang dalam Pasal 14.

    Yang menarik, dalam Pasal 17 ayat (1), bahkan guru dengan tugas tambahan strategis seperti wakil kepala sekolah, kepala perpustakaan, atau ketua program keahlian, tetap wajib menjalankan peran sebagai guru wali. Ini menunjukkan bahwa kedekatan dengan murid menjadi prioritas utama dalam strategi pendidikan nasional. Bukan posisi, jabatan, atau tugas administratif yang diutamakan, melainkan kehadiran guru dalam kehidupan murid secara nyata dan konsisten.

    Lebih dari sekadar kebijakan teknis, Permendikdasmen 11/2025 adalah manifestasi dari perubahan filosofi pendidikan. Guru tidak lagi dilihat sebagai instruktur pelajaran, tetapi sebagai pendamping kehidupan. Kelahiran guru wali menjawab tantangan zaman di mana kebutuhan peserta didik tidak bisa dipenuhi hanya dengan materi pelajaran, tetapi dengan keterlibatan emosional, dukungan psikologis, dan bimbingan karakter. Guru wali adalah titik temu antara tanggung jawab profesional dan panggilan moral, antara angka dalam rapor dan makna dalam hidup murid.

    Dengan dicabutnya Permendikbud 15/2018 dan revisinya (Permendikbudristek 25/2024), negara secara resmi menutup era lama yang terlalu menekankan aspek administratif dari pekerjaan guru, dan membuka jalan bagi era baru di mana kebermaknaan relasi antara guru dan murid menjadi jantung dari pendidikan. Kebijakan ini tidak menjanjikan pengurangan jam, tapi menjanjikan penguatan peran. Ia tidak memberi kelonggaran dalam beban, tetapi memberikan pengakuan terhadap tugas-tugas hati yang selama ini tak terhitung.

    Dalam terang pasal 9 dan ayat-ayat terkait, kita menyaksikan perubahan diam-diam tapi mendalam. Guru tidak hanya dituntut lebih hadir di kelas, tetapi juga lebih hadir di kehidupan murid. Dan dalam kehadiran itu, pendidikan menemukan kembali jiwanya.

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    ad728

    Post Bottom Ad

    ad728