Header Ads

ad728
  • Sekilas Berita

    Cermin Retak Integritas Pendidikan Kita


    Ketika integritas mestinya menjadi fondasi pendidikan, fakta justru memukul nurani kita. Berdasarkan Indeks Integritas Pendidikan 2024 yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditemukan bahwa perilaku menyontek terjadi di 78 persen sekolah dan bahkan 98 persen kampus di Indonesia. Angka-angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cermin retak tentang betapa rapuhnya nilai kejujuran yang seharusnya dijunjung tinggi di ruang-ruang belajar.

    Menyontek adalah gejala permukaan dari masalah yang lebih dalam. Ketidakmampuan sistem pendidikan kita membangun budaya integritas sejak dini. Ketika nilai akademik lebih dihargai daripada proses belajar, ketika pencapaian di atas kertas lebih diagungkan daripada karakter, maka lahirlah generasi yang terpaksa mengejar prestasi dengan jalan pintas.

    78 persen sekolah dan 98 persen perguruan tinggi. Dua angka ini berbicara lantang bahwa kita tidak lagi hanya menghadapi perilaku individual, melainkan budaya yang salah kaprah, yang menganggap keberhasilan akademik bisa diraih tanpa kejujuran. Ini bukan semata persoalan etika murid atau mahasiswa, tetapi juga cerminan tanggung jawab seluruh ekosistem pendidikan dalam hal ini guru, dosen, kepala sekolah, rektor, orang tua, dan bahkan regulasi yang mengatur sistem penilaian kita.

    Apa yang kita tanam di bangku sekolah, itulah yang akan kita tuai di masyarakat. Jika integritas dikorbankan di awal, maka kita menyiapkan masa depan yang penuh kompromi, bukan kemajuan.

    Saatnya kita kembali bertanya dengan sungguh-sungguh.

    Apakah pendidikan kita masih mendidik manusia berkarakter, atau sekadar melatih manusia untuk mengejar angka?

    Jika pendidikan adalah pelita, maka integritas harus menjadi minyaknya. Tanpa itu, betapa pun tingginya prestasi, kita hanya akan menghasilkan cahaya semu, yang cepat redup di hadapan ujian kehidupan.

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    ad728

    Post Bottom Ad

    ad728